Fasisme adalah gerakan radikal ideologi
nasionalis otoriter politik. Fasis berusaha untuk mengatur bangsa menurut
perspektif korporatis, nilai, dan sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi.
Berdasarkan
dasar teori sebelumnya telah diketahui arti dari Ideologi dan Fasisme.
Sehingga dari kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa Ideologi Fasisme
merupakan sebuah paham politik yang menjunjung kekuasaan absolut
tanpa demokrasi.
Ada pula yang mengartikan bahwa ideologi Fasisme adalah suatu paham yang
mengedepankan bangsa sendiri dan memandang rendah bangsa lain. Dalam paham ini, nasionalisme
yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat terlihat.
Fasisme
sesungguhnya merupakan ideologi yang di bangun menurut hukum rimba, fasisme
juga bertujuan membuat individu dan masyarakat berfikir dan bertindak seragam,
untuk mencapai tujuan ini fasisme menggunakan kekuatan dan kekerasan bersama
semua metode propaganda bahkan melakukan genocide (pemusnahan secara teratur terhadap
suatu golongan atau bangsa).Hal tersebut dikarenakan menurut ideologi fasis,
Negara bukan ciptaan rakyat merupakan ciptaan orang kuat .Bila orang kuat sudah
membentuk organisasi Negara, maka negara wajim menggembleng/memaksakan dan
mengisi jiwa rakyat. Fasisme sebagai ideologi berkembang pada abad ke 20 ia
menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada perang dunia.
Ideologi
Fasisme memiliki beberapa sifat yaitu :
a. Rasisme
Rasisme diartikan sebagai paham yang menerapkan penggolongan atau pembedaan
ciri-ciri fisik ( seperti warna kulit ) dalam masyarakat. Rasisme juga bisa
diartikan sebagai paham diskriminasi suku, agama, ras, golongan ataupun
ciri-ciri fisik umum untuk tujuan tertentu.
b. Militerisme
Militerisme
adalah suatu pemerintahan yang didasarkan pada jaminan keamanannya terletak
pada kekuatan militernya dan mengklaim bahwa perkembangan dan pemeliharaan
militernya untuk menjamin kemampuan itu adalah tujuan terpenting dari
masyarakat.Sistem ini memberikan kedudukan yang lebih utama kepada
pertimbangan-pertimbangan militer dalam kebijakannya daripada kekuatan-kekuatan
politik lainnya. Mereka yang terlibat dalam dinas militer pun mendapatkan
perlakuan-perlakuan istimewa.
c. Ultra Nasionalis
Ultra Nasionalis ialah suatu sikap membanggakan suatu Negara (negaranya
sendiri) secara berlebihan sehingga sangat merendahkan Negara yang
lainnya.Sehingga mudah sekali memancing pertengkaran/peperangan
d. Imperialisme
d. Imperialisme
Imperialisme ialah politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia untuk
kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperiumnya (hak
memerintah). "Menguasai" disini tidak perlu berarti merebut dengan
kekuatan senjata, tetapi dapat dijalankan dengan kekuatan ekonomi, kultur, agama
dan ideologi,
asal saja dengan paksaan.
Empat
sifat ideologi fasisme tersebut mengakibatkan ideologi fasisme ini dapat
manghambat Multikulturalisme yaitu pandangan seseorang terhadap ragam kehidupan
seperti kubudayaan, agama, ras.
Evriza (2008:106) mengatakan bahwa fasisme sebenarnya lebih merupakan
gaya politik, daripada ideology sebagai seperangkat gagasan tentang kebikan
bersama. Paham ini merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala
kemegahan upacara dan symbol yang mendukungnya untuk mencapai kebesaran Negara.
Kelebihan dan Kekurangan suatu Negara yang Berideologi Fasisme
Keunggulan
Ideologi Fasisme antara lain:
a.
Memiliki rasa kesatuan
nasional.
Sisi baik yang menonjol dari
Ideologi fasisme ini adalah menguatkan kesatuan dan kesetiakawanan nasional.
Karena dalam Ideoligi ini memiliki sifat ultra Nasionalis sehingga rasa serta
tingkat persatuannya sangat tinggi. kesatuan dalam pemerintahan diktator tidak
mengalami gangguan. jika terdapat hal yang mengganggu kesatuan tersebut, maka
akan dimusnahkan untuk mempertahankan kesatuan tersebut.
b.
Memiliki tingkat pengawasan
dan kedisiplinan yang tinggi.
Dalam pelaksanaannya, Ideologi
fasisme ini memiliki sistem pengawasan yang begitu ketan dan mereka
menindas hal yang tidak displin dan ketidak tepat gunaan. Ideologi Fasisme juga
menentukan semua keinginan badan administrasi dan merangkup segala bidang
populasi. Diktator sangat mudah dalam menetapkan satu hukum pemerintahan,
dimana sangat dipatuhi tampa mengalami kendala yang berat. Dalam ekonomi pun Ideologi
ini bisa menghapuskan pemborosan dari segi produksi dan administrasi,
serta membasmi korupsi dan menyelenggarakan kedisiplinan pejabat. Didalam
pemerintahan fasisme tidak terdapat celah pemogokan dan aksi- aksi demontrasi,
yang bisa mempengaruhi sistem pemerintahan maupun ekonomi.
c.
Dapat mengambil keputusan
pemerintahan yang cepat
Ideologi Fasisme sangat mudah
dan cepat dalam menangani suatu kendala ataupun dalam pengambilan keputusan,
terutama keadaan darurat daripada Ideologi ini bisa dengan segera
mengerahkan seluruh bangsa dalam waktu singkat, bahkan mereka bergerak secara
langsung melaksanakan perintah. Karena tidak ada yang akan memberontak
padaturunnya keputusan pemerintah
d.
Pemerintahan dipegang oleh Orang
yang Ahli
Dikarenakan pemilihan pemerintahan
ini berdasarkan kaum elit dan yang terkuat, maka tidak lain yang memerintah
dalam Negara berideologi Fasisme adalah orang yang unggul dan
dengan mudah dan sukses, menggunakan perlengkapan dan menciptakan sistem
pemerintahan yang tangkas, berdaya guna, setia.
Sedangkan kelemahan dari ideology fasisme ini adalah berhadapan
dengan tekanan dan kekerasan, sehingga membuat
rakyat menjadi gemetar ketakutan.
Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang
brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum—mengirimkan
gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis
mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut.
Beberapa
Negara yang Menganut Ideology Fasisme dan Perkembangannya
Fasisme
(fascism) merupakan pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara
totoaliter, oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis rasialis,
militeristis, dan imperialis. Italia merupakan negara pertama yang menjadi
Fasis (1922) menyusul jerman tahun 1933 dan kemudian Spanyol melalui perang
saudara yang pecah tahun 1936. Di Asia Jepang berubah menjadi fasis dalam tahun
1930-an melalui perubahan secara perlahan ke arah lembaga-lembaga yang
totaliter setelah menyimpang dari budaya aslinya.
Fasis
muncul dan berkembang di negara-negara yang relatif lebih makmur dan secara
teknologi lebih maju. Fasis merupakan produk dari masyarakat-masyarakat
prademokrasi dan pasca industri. Kaum fasis tidak mungkin merebut kekuasaan
dinegara-negara yang tidak memiliki pengalaman demokrasi sama sekali.
Pengalaman negara demokrasi yang dirasakan semu oleh masyarakat bahkan
mengalami kegagalan dengan indikator adanya proses sentralisasi kekuasaan pada
segelintir elit penguasa, terbentunya monopoli dan oligopoli dibidang ekonomi,
besarnya tingkat pengangguran baik dikalangan kelas bawah seperti buruh, petani
atau kelas menengah atas sepserti kaum cendikiawan, kaum industialis, maupun
pemilik modal, ini adalah lahan yang subur bai gerakan fasis untuk melancarkan
propagandanya
Semakin
keras dan teoritis gerakan-gerakan fasis semakin besar pula dukungan rakyat
yang diperolehnya. Fasis di Jerman merupakan gerakan politik yang paling
berutal tetapi sekaligus paling populer. Kondisi penting lainnya untuk
pertumbuhan fasisme adalah pencapaian tingkat atau tahap tertentu dalam
perkembangan industri. Dalam setiap perkembangan industri akan muncul
ketegangan-ketegangan sosial dan ekonomi. Negara fasis mengingkari adanya kepentingan
yang berbeda dalam masyarakat. Kalupun mereka dengan setengah hati mengakui
adanya keragaman kepentingan dalam masyarakat, maka negara fasis itu akan
mengatasi atau menghilangakan perbedaan itu dengan kekerasan.
Dalam
masyarakat industri fasis menarik minat pada dua kelompok masyarakat secara
khusus, pertama sistem itu menarik sekelompok kecil Industriawan dan tuan tunah
yang bersedia membiayai gerakan fasis dengan harapan sistem itu dapat
melenyapkan serikat-serikat buruh bebas, kedua menarik kelas menengah bawah
terutama dikalangan pegawai negeri. Golongan ini lebih merasa aman dibanding
bekerjasama dengan kaum proletar.
Kelompok
sosial lain yang sangat rentan terhadap propaganda fasis adalah kelompok
militer. Baik yang terjadi di Jerman, Jepang, pernan militer dalam pergerakan
fasisme sangat dominan, demikianpun halnya dengan Italia. Di Argentina
pemerintah yang semi konstitusional di singkirkan melalui suatu pemberontakan
yang dilakukan oleh Perwira muda dibawah pimpinan Peron, yang memulai fasisme
dengan gayanya sendiri dan dari namanya sendiri yaitu Peronismo.
Pada
abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara
itu di Jerman, juga muncul sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan
fasisme, yaitu Nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme
Italia karena yang ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme
dan rasisme yang sangat sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka
membantai bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih rendah.
Fasisme
dikenal sebagai ideologi yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia
menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan
berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di
negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat
menderita oleh cara-cara pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan
tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis
dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang
brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum mengirimkan
gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis
mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut. Lebih jauh lagi,
pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari
pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem
militer, dan dari organisasi politik hingga kehidupan pribadi rakyatnya. Pada
akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh kaum fasis, merupakan salah satu
malapetaka terbesar dalam sejarah umat manusia, yang merenggut nyawa 55 juta
orang.
Ebenstein (2006:154) mengatakan
fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi negara-negara yang
menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan
gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika dilihat-gejala-gejala masih
ada.
Gejala-gejala ini bisa dilihat
adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika serikat yang
anti-intelektual yang melemahkan proses-proses rasionalitas. Gejala lain adalah
munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain adalah bermunculan
keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul akibat ketidak
berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif praktis
bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu diantara
campuran-campuran kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda
Ebenstein (2006:154) mengatakan
fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi negara-negara yang
menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan
gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika dilihat-gejala-gejala masih
ada.
Gejala-gejala ini bisa dilihat
adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika serikat yang
anti-intelektual yang melemahkan proses-proses rasionalitas. Gejala lain adalah
munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain adalah bermunculan
keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul akibat ketidak
berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif praktis
bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu diantara
campuran-campuran kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda.
Negara-negara
yang pernah menganut Ideologi Fasisme adalah Amerika Serikat, Inggris,
Perancis, Italia dan Jerman.
Fasisme di Indonesia
Pada tahun 1965, kekuatan
militer melakukan kudeta dan mendirikan kediktatoran militer. Walau banyak
kemiripannya dengan rezim Nazi, dengan pembantaian yang tidak kalah kejamnya
dengan kamp konsentrasi Nazi, namun rejim kediktatoran militer Orde Baru
bukanlah rejim fasis. Ada perbedaan mendasar terkait dengan keterlibatan massa
fanatik borjuis kecil yang menjadi fitur utama dari fasisme Italia dan Jerman.
Akan tetapi ada juga kesamaan-kesamaan yang fundamental terkait dengan proses
perkembangannya: krisis akut tak-terpecahkan di dalam masyarakat Indonesia yang
secara efektif telah berlangsung sejak 1945; kekuatan buruh dan tani yang terus
meningkat dan memasuki periode revolusioner, dengan sejumlah kesempatan untuk
merebut kekuasaan; ketidakmampuan kepemimpinan buruh, dalam hal ini PKI, untuk
memberikan jalan keluar dari kebuntuan kapitalisme; kebangkrutan borjuasi
nasional, yang terlalu lemah untuk membangun sebuah parlemen borjuasi yang
stabil dan mengendalikan situasi.
Seperti yang telah kita
paparkan, kaum kapitalis biasanya lebih memilih berkuasa dengan metode-metode
parlementer borjuis. Metode ini lebih murah dan efektif. Akan tetapi di negeri-negeri
Dunia Ketiga yang kontradiksinya sangat akut dan sistem parlementer borjuisnya
lemah (yang merefleksikan lemahnya kaum borjuasi itu sendiri), sering kali
mereka tidak punya privilese ini. Dalam banyak situasi, mereka terpaksa
menggunakan aparatus pemaksa Negara, secara parsial maupun terbuka lewat kudeta
militer.
Dalam konteks Indonesia, militer
di bawah Soeharto terdorong melakukan kudeta setelah ada periode panjang
revolusioner di Indonesia, di mana tidak ada satu pun kekuatan yang mampu
menyediakan jalan keluar. PKI menolak merebut kekuasaan dan mengekor pada
borjuasi nasional dengan dalih bahwa tahapan selanjutnya dari revolusi
Indonesia adalah revolusi borjuasi yang akan membawa kapitalisme yang mandiri,
dan baru setelah itu sosialisme di masa depan yang jauh. Kaum borjuasi nasional
sendiri terpecah-pecah. Di satu pihak adalah sayap kirinya yang
personifikasinya adalah Soekarno, yang hanya bisa mendapatkan dukungan massa
dengan retorika-retorika anti-imperialis dan populis, tapi tanpa bisa merealisasikan
secara riil program-program anti-imperialis dan populisnya karena logika kapitalisme tidak memungkinkan realisasi penuhnya.
Mereka, karena posisi kelasnya, terkutuk menjadi impoten. Sementara sayap kanan
kaum borjuasi tidak punya basis dukungan sama sekali dari rakyat. Argumen
pro-pasar dan pro-kapital mereka tidak menemukan gaungnya. Situasi revolusioner
yang menggantung ini tidak bisa bertahan lama. Masyarakat borjuasi tidak bisa
menolerir sebuah situasi di mana jutaan rakyat pekerja terorganisir ke dalam
organisasi-organisasi revolusioner, di mana angkatan bersenjatanya juga
terbelah. Inilah kondisi-kondisi yang menyiapkan kudeta militer di Indonesia.
Melihat borjuasi nasional tidak bisa menyelesaikan situasi yang ada,
bergeraklah aparatus militer Negara untuk mengembalikan ketertiban dan
kedamaian.
Kebijakan kolaborasi kelas PKI
dengan borjuasi nasional yang katanya ‘progresif’ tidak menyelamatkan mereka
dari kudeta militer, tetapi justru menyiapkan kondisi-kondisi untuk kehadiran
intervensi militer. Sejarah telah menunjukkan bahwa kebijakan kolaborasi kelas
tidak pernah menghentikan fasisme atau kudeta militer. Kebijakan Front Popular
di Spanyol yang diusung oleh Partai Komunis Spanyol yang Stalinis, dimana
diserukan agar buruh bersatu dengan kaum borjuasi nasional ‘progresif’ untuk
melawan Franco, justru memperlemah perlawanan revolusioner terhadap Franco. Ini
harus dibayar mahal dengan kediktatoran fasisme Franco selama 36 tahun. Di
Chile, Allende percaya pada jalan reformisme dan parlementerisme untuk mencapai
sosialisme. Ia percaya pada metode kolaborasi dan kompromi. Dalam ironi sejarah
yang paling memilukan, Allende sendiri yang mengangkat Pinochet sebagai kepala
Angkatan Darat 3 minggu sebelum kudeta, dan sampai menit terakhir, ketika tank-tank
sudah di jalan-jalan kota Santiago, Allende masih meminta mencoba menghubungi
Pinochet lewat telepon. Sejarah dipenuhi dengan contoh-contoh ini, tetapi
sayangnya sejarah itu adalah seperti seorang guru yang tanpa murid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar