Happy Cute Box Bear

Sabtu, 20 Desember 2014

SOSIALISME & KOMUNISME

Sosialisme

      Sosialisme (sosialism) secara etimologi berasal dari bahasa Perancis sosial yang berarti kemasyarakatan. Istilah sosialisme pertama kali muncul di Perancis sekitar 1830. Umumnya sebutan itu dikenakan bagi aliran yang masing-masing hendak mewujutkan masyarakat yang berdasarkan hak milik bersama terhadap alat-alat produksi, dengan maksud agar produksi tidak lagi diselenggarakan oleh orang-orang atau lembaga perorangan atau swasta yang hanya memperoleh laba tetapi semata-mata untuk melayani kebutuhan masyarakat. Dalam arti tersebut ada empat macam aliran yang dinamakan sosialisme: (1) sosial demokrat, (2) komunisme,(3) anarkhisme, dan (4) sinkalisme (Ali Mudhofir, 1988). Sosialisme ini muncul kira-kira pada awal abad 19, tetapi gerakan ini belum berarti dalam lapangan politik. Baru sejak pertengahan abad 19 yaitu sejak terbit bukunya Marx, Manifes Komunis (1848), sosialisme itu (seakan-akan) sebagai faktor yang sangat menentukan jalannya sejarah umat manusia. Istilah “ sosialis” atau negara sosial demokrat digunakan untuk menunjuk negara yang menganut paham sosialisme “ moderat” yang dilawankan dengan sosialisme ”radikal” untuk sebutan lain bagi “komunisme”. Hal ini ditegaskan mengingat dalam proses perkembangannya di Negara Barat yang pada mulanya menganut paham liberal-kapitalis berkembang menjadi Negara sosialis (sosialis demokrat) ( Frans Magnis Suseno,1975: 19-21). Perbedaan yang paling menonjol antara sosialis-demokrat dan komunisme (Marxisme-Leninisme) adalah sosial demokrat melaksanakan cita-citanya melalui jalan evolusi, persuasi, konstitusional-parlementer dan tanpa kekerasan, sebaliknya Marxisme-Leninisme melalui revolusi.
Sosialisme adalah ajaran kemasyarakatan (pandangan hidup) tertentu yang berhasrat menguasai sarana-sarana produksi serta pembagian hasil produksi secara merata (W.Surya Indra, 1979: 309).  
      Dalam membahas sosialisme tidak dapat terlepas dengan istilah Marxisme-Leninisme karena sebagai gerakan yang mempunyai arti politik, baru berkembang setelah lahirnya karya Karl Marx, Manifesto Politik Komunis (1848). Dalam edisi bahasa Inggris 1888 Marx memakai istilah “sosialisme” dan ”komunisme” secara bergantian dalam pengertian yang sama. Hal ini dilakukan sebab Marx ingin membedakan teorinya yang disebut “sosialisme ilmiah” dari “ sosialisme utopia” untuk menghindari kekaburan istilah dua sosialisme dan juga karena latarbelakang sejarahnya. Marx memakai istilah “komunisme” sebagai ganti “sosialisme” agar nampak lebih bersifat revolusioner (Sutarjo Adisusilo, 1991: 127).
       Dalam perkembangannya, Lenin dan Stalin berhasil mendirikan negara “komunis”. Istilah “sosialis” lebih disukai daripada “komunis” karena dirasa lebih terhormat dan tidak menimbulkan kecurigaan. Mereka menyebut masa transisi dari Negara kapitalis ke arah Negara komunis atau “masyarakat tidak berkelas” sebagai masyarakat sosialis dan masa transisi itu terjadi dengan dibentuknya “ Negara sosialis”, kendati istilah resmi yang mereka pakai adalah “negara demokrasi rakyat”. Di pihak lain Negara di luar “Negara sosialis”, yaitu Negara yang diperintah oleh partai komunis, tetap memakai sebutan komunisme untuk organisasinya, sedangkan partai sosialis di Negara Barat memakai sebutan “sosialis demokrat” (Meriam Budiardjo, 1984: 5). Dengan demikian dapat dikemukakan, sosialisme sebagai idiologi politik adalah suatu keyakinan dan kepercayaan yang dianggap benar mengenai tatanan politik yang mencita-citakan terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara merata melalui jalan evolusi, persuasi, konstitusional-parlementer dan tanpa kekerasan.
 
 Fungsi sosialisme
a) Sosialisme Sebagai Ideologi
Menurut marxisme, terutama Friedrich Engels, model dan gagasan sosialis dapat dirunut hingga ke awal sejarah manusia sebagai makhluk social sejak awal abad 18.sosialisme telah berkembang ke banyak aliran yang berbeda, yaitu :
Anarkisme
Anarko-sindikalisme
Komunisme
Marhaenisme
Marxisme
Sindikalisme
b) Sosialisme Sebagai Sistem Ekonomi.
Sosialisme sebagai sistem ekonomi sebenarnya cukup sederhana. Berpijak kepada konsep karl marx tentang penghapusan kepemilikan hak pribadi, prinsip ekonomi sosialisme menekan agar status kepemilikan swasta dihapuskan dalam beberapa komoditas penting dan menjadi kebutuhan masyarakat banyak seperti air,listrik,bahan pangan,dan sebagainya


3Komunisme
      Komunisme merupakan salah satu ideology dunia, selain kapitalisme dan ideology lainnya. Komunisme lahir sebagai reaksi kapitalisme di abad ke-19, yang mana mereka itu mementingkan indvidu pemilik dan mengesampingkan  buruh.
Istilah komunisme sering dicampuradukan dengan marxisme. Komunisme adalah ideology yang digunakan partai komunis di seluruh dunia.

  Fungsi Komunisme
a) Komunisme sebagai anti kapitalisme
Komunisme sebagai anti kapitalisme yang menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme disebut juga anti liberal.
b) Komunisme sebagai ideology
Komunisme sebagai ideology mulai diterapkan saat meletusnya revolusi
Bolshevik di Rusia tanggal 7 november 191. Sejak saat itu komunisme di terapkan sebagai sebuah ideology dan disebarluaskan ke Negara lain. Pada tahun 2005 negara yang masih menganut paham komunisme adalah Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba, dan Laos.
 
Perbedaan Sosialisme dengan Komunisme
      Sosalisme adalah anti-tesis dari kapitalisme. Segala nilai, moral, tata-berpikir, susunan kemasyarakatan dan cara kerja yang ada dibawah kapitalisme mendapatkan lawannya di bawah sosialisme. Jika komunisme mendewakan kepentingan pribadi, maka sosialsme mendahulukan kepentingan orang banyak.
Jika komunisme mengejar kekayaan perorangan, sosialisme bekerja demi pemerataan kesejahteraan. Jika komunisme memperkenankan eksploitasi terhadap alam dan  perempuan (termasuk sseksualitas) demi memberi keuntungan pada segelintir orang, sosialisme berusaha keras memelihara keharmonisan dengan alam dan martabat perempuan. Jika komunisme menggunakan upah sebagai membanting tulang di pabrik-pabrik,sosialisme menggunakan alat-alat kesejahteraan sosial untuk membuat kehidupan buruh bertambah nyaman.  
Jika komunisme memperkenankan perang untuk berebut sumberdaya dan memaksa pihak yang lemah untuk tunduk sosialsme berupaya memajukan perdamaian dunia dan hanya memperkenankan perang sebagai alat bela diri.
Jika komunisme menghancurkan perikehidupan bertani dengan perampasan-perampasan tanah, sosialisme berusaha memajukan pertanian dengan melatih kaum tani bekerja dengan cara produksi yang modern dalam kemandirian dan kebersamaan.
jadi, sosialisme berusaha membalik segala keburukan dan dampak kapitalisme.

FASISME

Pengertian Ideology Fasisme
Fasisme adalah gerakan radikal ideologi nasionalis otoriter politik. Fasis berusaha untuk mengatur bangsa menurut perspektif korporatis, nilai, dan sistem, termasuk sistem politik dan ekonomi.
Berdasarkan dasar teori sebelumnya telah diketahui arti dari  Ideologi dan Fasisme. Sehingga dari kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa Ideologi Fasisme merupakan sebuah paham politik yang menjunjung kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Ada pula yang mengartikan bahwa ideologi Fasisme adalah suatu paham yang mengedepankan bangsa sendiri dan memandang rendah bangsa lain. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat terlihat.
Fasisme sesungguhnya merupakan ideologi yang di bangun menurut hukum rimba, fasisme juga bertujuan membuat individu dan masyarakat berfikir dan bertindak seragam, untuk mencapai tujuan ini fasisme menggunakan kekuatan dan kekerasan bersama semua metode propaganda bahkan melakukan genocide (pemusnahan secara teratur terhadap suatu golongan atau bangsa).Hal tersebut dikarenakan menurut ideologi fasis, Negara bukan ciptaan rakyat merupakan ciptaan orang kuat .Bila orang kuat sudah membentuk organisasi Negara, maka negara wajim menggembleng/memaksakan dan mengisi jiwa rakyat. Fasisme sebagai ideologi berkembang pada abad ke 20 ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada perang dunia.
Ideologi Fasisme memiliki beberapa sifat yaitu :
a. Rasisme
            Rasisme diartikan sebagai paham  yang menerapkan penggolongan atau pembedaan ciri-ciri fisik ( seperti warna kulit ) dalam masyarakat. Rasisme juga bisa diartikan sebagai paham diskriminasi suku, agama, ras, golongan ataupun ciri-ciri fisik umum untuk tujuan tertentu.
b. Militerisme
Militerisme adalah suatu pemerintahan yang didasarkan pada jaminan keamanannya terletak pada kekuatan militernya dan mengklaim bahwa perkembangan dan pemeliharaan militernya untuk menjamin kemampuan itu adalah tujuan terpenting dari masyarakat.Sistem ini memberikan kedudukan yang lebih utama kepada pertimbangan-pertimbangan militer dalam kebijakannya daripada kekuatan-kekuatan politik lainnya. Mereka yang terlibat dalam dinas militer pun mendapatkan perlakuan-perlakuan istimewa.
c. Ultra Nasionalis
            Ultra Nasionalis ialah suatu sikap membanggakan suatu Negara (negaranya sendiri) secara berlebihan sehingga sangat merendahkan Negara yang lainnya.Sehingga mudah sekali memancing pertengkaran/peperangan
d. Imperialisme
            Imperialisme ialah politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperiumnya (hak memerintah). "Menguasai" disini tidak perlu berarti merebut dengan kekuatan senjata, tetapi dapat dijalankan dengan kekuatan ekonomi, kultur, agama dan ideologi, asal saja dengan paksaan.
Empat sifat ideologi fasisme tersebut mengakibatkan ideologi fasisme ini dapat manghambat Multikulturalisme yaitu pandangan seseorang terhadap ragam kehidupan seperti kubudayaan, agama, ras.  
            Evriza (2008:106) mengatakan bahwa fasisme sebenarnya lebih merupakan gaya politik, daripada ideology sebagai seperangkat gagasan tentang kebikan bersama. Paham ini merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan upacara dan symbol yang mendukungnya untuk mencapai kebesaran Negara.
 
 
Kelebihan dan Kekurangan suatu Negara yang Berideologi Fasisme
Keunggulan Ideologi Fasisme antara lain:
a.    Memiliki rasa kesatuan nasional.
Sisi baik yang menonjol dari Ideologi fasisme ini adalah menguatkan kesatuan dan kesetiakawanan nasional. Karena dalam Ideoligi ini memiliki sifat ultra Nasionalis sehingga rasa serta tingkat persatuannya sangat tinggi. kesatuan dalam pemerintahan diktator tidak mengalami gangguan. jika terdapat hal yang mengganggu kesatuan tersebut, maka akan dimusnahkan untuk mempertahankan kesatuan tersebut.
b.    Memiliki tingkat pengawasan dan kedisiplinan yang tinggi.
Dalam pelaksanaannya, Ideologi fasisme ini memiliki sistem pengawasan yang begitu ketan dan mereka  menindas hal yang tidak displin dan ketidak tepat gunaan. Ideologi Fasisme juga menentukan semua keinginan badan administrasi dan merangkup segala bidang populasi. Diktator sangat mudah dalam menetapkan satu hukum pemerintahan, dimana sangat dipatuhi tampa mengalami kendala yang berat. Dalam ekonomi pun Ideologi ini  bisa menghapuskan pemborosan dari segi produksi dan administrasi, serta membasmi korupsi dan menyelenggarakan kedisiplinan pejabat. Didalam pemerintahan fasisme tidak terdapat celah pemogokan dan aksi- aksi demontrasi, yang bisa mempengaruhi sistem pemerintahan maupun ekonomi.
c.    Dapat mengambil keputusan pemerintahan yang cepat
Ideologi Fasisme  sangat mudah dan cepat dalam menangani suatu kendala ataupun dalam pengambilan keputusan, terutama  keadaan darurat daripada Ideologi ini  bisa dengan segera mengerahkan seluruh bangsa dalam waktu singkat, bahkan mereka bergerak secara langsung melaksanakan perintah. Karena tidak ada yang akan memberontak padaturunnya keputusan pemerintah
d.   Pemerintahan dipegang oleh Orang yang Ahli
Dikarenakan pemilihan pemerintahan ini berdasarkan kaum elit dan yang terkuat, maka tidak lain yang memerintah dalam Negara berideologi Fasisme adalah orang yang unggul  dan  dengan mudah dan sukses, menggunakan perlengkapan dan menciptakan sistem pemerintahan  yang tangkas, berdaya guna,  setia.
            Sedangkan kelemahan dari ideology fasisme ini adalah berhadapan dengan tekanan dan kekerasan, sehingga  membuat rakyat menjadi  gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum—mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut.
 
 
Beberapa Negara yang Menganut Ideology Fasisme dan Perkembangannya
Fasisme (fascism) merupakan pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara totoaliter, oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis rasialis, militeristis, dan imperialis. Italia merupakan negara pertama yang menjadi Fasis (1922) menyusul jerman tahun 1933 dan kemudian Spanyol melalui perang saudara yang pecah tahun 1936. Di Asia Jepang berubah menjadi fasis dalam tahun 1930-an melalui perubahan secara perlahan ke arah lembaga-lembaga yang totaliter setelah menyimpang dari budaya aslinya.
Fasis muncul dan berkembang di negara-negara yang relatif lebih makmur dan secara teknologi lebih maju. Fasis merupakan produk dari masyarakat-masyarakat prademokrasi dan pasca industri. Kaum fasis tidak mungkin merebut kekuasaan dinegara-negara yang tidak memiliki pengalaman demokrasi sama sekali. Pengalaman negara demokrasi yang dirasakan semu oleh masyarakat bahkan mengalami kegagalan dengan indikator adanya proses sentralisasi kekuasaan pada segelintir elit penguasa, terbentunya monopoli dan oligopoli dibidang ekonomi, besarnya tingkat pengangguran baik dikalangan kelas bawah seperti buruh, petani atau kelas menengah atas sepserti kaum cendikiawan, kaum industialis, maupun pemilik modal, ini adalah lahan yang subur bai gerakan fasis untuk melancarkan propagandanya
Semakin keras dan teoritis gerakan-gerakan fasis semakin besar pula dukungan rakyat yang diperolehnya. Fasis di Jerman merupakan gerakan politik yang paling berutal tetapi sekaligus paling populer. Kondisi penting lainnya untuk pertumbuhan fasisme adalah pencapaian tingkat atau tahap tertentu dalam perkembangan industri. Dalam setiap perkembangan industri akan muncul ketegangan-ketegangan sosial dan ekonomi. Negara fasis mengingkari adanya kepentingan yang berbeda dalam masyarakat. Kalupun mereka dengan setengah hati mengakui adanya keragaman kepentingan dalam masyarakat, maka negara fasis itu akan mengatasi atau menghilangakan perbedaan itu dengan kekerasan.
Dalam masyarakat industri fasis menarik minat pada dua kelompok masyarakat secara khusus, pertama sistem itu menarik sekelompok kecil Industriawan dan tuan tunah yang bersedia membiayai gerakan fasis dengan harapan sistem itu dapat melenyapkan serikat-serikat buruh bebas, kedua menarik kelas menengah bawah terutama dikalangan pegawai negeri. Golongan ini lebih merasa aman dibanding bekerjasama dengan kaum proletar.
Kelompok sosial lain yang sangat rentan terhadap propaganda fasis adalah kelompok militer. Baik yang terjadi di Jerman, Jepang, pernan militer dalam pergerakan fasisme sangat dominan, demikianpun halnya dengan Italia. Di Argentina pemerintah yang semi konstitusional di singkirkan melalui suatu pemberontakan yang dilakukan oleh Perwira muda dibawah pimpinan Peron, yang memulai fasisme dengan gayanya sendiri dan dari namanya sendiri yaitu Peronismo.
Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara itu di Jerman, juga muncul sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme, yaitu Nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena yang ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme dan rasisme yang sangat sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka membantai bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih rendah.
Fasisme dikenal sebagai ideologi yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut. Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik hingga kehidupan pribadi rakyatnya. Pada akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh kaum fasis, merupakan salah satu malapetaka terbesar dalam sejarah umat manusia, yang merenggut nyawa 55 juta orang.
Ebenstein (2006:154) mengatakan fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi negara-negara yang menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika dilihat-gejala-gejala masih ada.
Gejala-gejala ini bisa dilihat adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika serikat yang anti-intelektual yang melemahkan proses-proses rasionalitas. Gejala lain adalah munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain adalah bermunculan keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul akibat ketidak berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif praktis bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu diantara campuran-campuran kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda
Ebenstein (2006:154) mengatakan fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi negara-negara yang menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika dilihat-gejala-gejala masih ada.
Gejala-gejala ini bisa dilihat adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika serikat yang anti-intelektual yang melemahkan proses-proses rasionalitas. Gejala lain adalah munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain adalah bermunculan keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul akibat ketidak berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif praktis bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu diantara campuran-campuran kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda.
Negara-negara yang pernah menganut Ideologi Fasisme adalah Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Italia dan Jerman.
 
  
Fasisme di Indonesia
Pada tahun 1965, kekuatan militer melakukan kudeta dan mendirikan kediktatoran militer. Walau banyak kemiripannya dengan rezim Nazi, dengan pembantaian yang tidak kalah kejamnya dengan kamp konsentrasi Nazi, namun rejim kediktatoran militer Orde Baru bukanlah rejim fasis. Ada perbedaan mendasar terkait dengan keterlibatan massa fanatik borjuis kecil yang menjadi fitur utama dari fasisme Italia dan Jerman. Akan tetapi ada juga kesamaan-kesamaan yang fundamental terkait dengan proses perkembangannya: krisis akut tak-terpecahkan di dalam masyarakat Indonesia yang secara efektif telah berlangsung sejak 1945; kekuatan buruh dan tani yang terus meningkat dan memasuki periode revolusioner, dengan sejumlah kesempatan untuk merebut kekuasaan; ketidakmampuan kepemimpinan buruh, dalam hal ini PKI, untuk memberikan jalan keluar dari kebuntuan kapitalisme; kebangkrutan borjuasi nasional, yang terlalu lemah untuk membangun sebuah parlemen borjuasi yang stabil dan mengendalikan situasi.
Seperti yang telah kita paparkan, kaum kapitalis biasanya lebih memilih berkuasa dengan metode-metode parlementer borjuis. Metode ini lebih murah dan efektif. Akan tetapi di negeri-negeri Dunia Ketiga yang kontradiksinya sangat akut dan sistem parlementer borjuisnya lemah (yang merefleksikan lemahnya kaum borjuasi itu sendiri), sering kali mereka tidak punya privilese ini. Dalam banyak situasi, mereka terpaksa menggunakan aparatus pemaksa Negara, secara parsial maupun terbuka lewat kudeta militer.
Dalam konteks Indonesia, militer di bawah Soeharto terdorong melakukan kudeta setelah ada periode panjang revolusioner di Indonesia, di mana tidak ada satu pun kekuatan yang mampu menyediakan jalan keluar. PKI menolak merebut kekuasaan dan mengekor pada borjuasi nasional dengan dalih bahwa tahapan selanjutnya dari revolusi Indonesia adalah revolusi borjuasi yang akan membawa kapitalisme yang mandiri, dan baru setelah itu sosialisme di masa depan yang jauh. Kaum borjuasi nasional sendiri terpecah-pecah. Di satu pihak adalah sayap kirinya yang personifikasinya adalah Soekarno, yang hanya bisa mendapatkan dukungan massa dengan retorika-retorika anti-imperialis dan populis, tapi tanpa bisa merealisasikan secara riil program-program anti-imperialis dan populisnya karena logika kapitalisme tidak memungkinkan realisasi penuhnya. Mereka, karena posisi kelasnya, terkutuk menjadi impoten. Sementara sayap kanan kaum borjuasi tidak punya basis dukungan sama sekali dari rakyat. Argumen pro-pasar dan pro-kapital mereka tidak menemukan gaungnya. Situasi revolusioner yang menggantung ini tidak bisa bertahan lama. Masyarakat borjuasi tidak bisa menolerir sebuah situasi di mana jutaan rakyat pekerja terorganisir ke dalam organisasi-organisasi revolusioner, di mana angkatan bersenjatanya juga terbelah. Inilah kondisi-kondisi yang menyiapkan kudeta militer di Indonesia. Melihat borjuasi nasional tidak bisa menyelesaikan situasi yang ada, bergeraklah aparatus militer Negara untuk mengembalikan ketertiban dan kedamaian.
Kebijakan kolaborasi kelas PKI dengan borjuasi nasional yang katanya ‘progresif’ tidak menyelamatkan mereka dari kudeta militer, tetapi justru menyiapkan kondisi-kondisi untuk kehadiran intervensi militer. Sejarah telah menunjukkan bahwa kebijakan kolaborasi kelas tidak pernah menghentikan fasisme atau kudeta militer. Kebijakan Front Popular di Spanyol yang diusung oleh Partai Komunis Spanyol yang Stalinis, dimana diserukan agar buruh bersatu dengan kaum borjuasi nasional ‘progresif’ untuk melawan Franco, justru memperlemah perlawanan revolusioner terhadap Franco. Ini harus dibayar mahal dengan kediktatoran fasisme Franco selama 36 tahun. Di Chile, Allende percaya pada jalan reformisme dan parlementerisme untuk mencapai sosialisme. Ia percaya pada metode kolaborasi dan kompromi. Dalam ironi sejarah yang paling memilukan, Allende sendiri yang mengangkat Pinochet sebagai kepala Angkatan Darat 3 minggu sebelum kudeta, dan sampai menit terakhir, ketika tank-tank sudah di jalan-jalan kota Santiago, Allende masih meminta mencoba menghubungi Pinochet lewat telepon. Sejarah dipenuhi dengan contoh-contoh ini, tetapi sayangnya sejarah itu adalah seperti seorang guru yang tanpa murid.
 

REFRENSI BUKU

4.jpg

Buku ini menceritakan, pada September 1966 atau setahun setelah peristiwa G30S, Bung Karno menyanyikan lagu Internasionale di hadapan angkatan pejuang’45. Ia lalu menjejerkan nama-nama tokoh marxis yang, menurut pengakuannya, sudah tuntas dipelajari, dari Karl Marx dan Engels, Lenin, Rosa Luxemburg, Pieter J. Toelstra, hingga Sidney dan Beatrice Webb. (h. 159).
Jejak kedekatan pemikiran Bung Karno dan Marxisme dapat ditelusuri sejak zaman pergerakan. Pada 1926, Bung Karno menulis artikel “Nasionalisme, Islam, dan Marxisme” dalam Soeloeh Indonesia Moeda.
Di zaman itu kajian marxisme di Indonesia bukan monopoli kaum komunis. Pada 1924 tokoh Sarekat Islam HOS Tjokroaminoto menulis risalah “Islam dan Socialisme”. Ia menyimpulkan, kaum Sarekat Islam mempunyai keyakinan tujuan-tujuannya memiliki kesamaan dengan pergerakan rakyat dan kaum buruh dunia.
Pada 1957 Mohammad Hatta menyatakan, “Marxism as a social-economic theory –a scientific theory- is used by non-communist in Indonesia to analyze social development.”(Abdulgani, Roeslan. Sosialisme Indonesia, 1963).
Di India, negeri jajahan Inggris, marxisme juga mempengaruhi kalangan pergerakan non komunis. Pemikiran Nehru banyak memakai ekonomi-politik Karl Marx.
Namun di Indonesia sejak Orde Baru, marxisme sering dikacaukan pengertiannya dan diidentikkan dengan komunisme. Padahal setelah Karl Marx meninggal, sosialisme yang bersumber dari pemikiran Marx tapi di luar komunisme berkembang luas. Di kalangan intelektual di Jerman, Perancis, dan Italia, aliran western marxism berkembang karena kecewa hak-hak pribadinya dirampas. Di Jerman, aliran ini disebut Frankfurt School. Pada dunia politik, golongan kiri baru (new left) muncul sejak 1960-an di Eropa Barat dan benua Amerika.
Sosio-Nasionalisme
Bennedict Anderson dalam Imagined Communities (1991) melihat nasionalisme di dunia Timur berasal dari “modul” yang mengacu pengalaman Eropa. Fenomena nasionalisme ditempatkan sebagai bagian dari sejarah universal dunia modern.
Namun pada tulisan ”Mengenal Sosio-Nasionalisme Bung Karno”, buku ini memaparkan bagaimana Bung Karno membedakan nasionalisme Eropa (Barat)  dan dunia Timur (jajahan). Nasionalisme Eropa adalah nasionalisme yang bersifat serang-menyerang, suatu nasionalisme perdagangan yang mengejar keperluan sendiri. Bagi borjuasi di Eropa, negara nasional tak lain sebagai peralatan untuk perluasan pasar, pencarian bahan mentah, tenaga kerja murah, dan pencarian sirkuit baru bagi akumulasi kapital.
Adapun nasionalisme di Timur lahir karena eksploitasi kolonial. Dengan kondisi itu, menurut Bung Karno, nasionalisme di dunia Timur berkawin dengan marxisme menjadi satu nasionalisme baru, satu senjata perjuangan baru.
Bung Karno menyebutnya sosio-nasionalisme yang merangkai kebangsaan dan internasionalisme atau perikemanusiaan untuk menolak borjuisme sebagai penyebab kepincangan di masyarakat. Dapat dikatakan, konsep sosio-nasionalisme bersifat eklektik, yang mempertimbangkan kekhasan kondisi Indonesia sebagai (eks) negeri jajahan dan keuniversalan gagasan kedaulatan bangsa dari Barat.
Di era sekarang, pemikiran sosio-nasionalisme memiliki relevansi bagi Indonesia sebagai ”negara satelit” dari sistem ekonomi global yang menghasilkan pertukaran-pertukaran tidak adil dan tidak seimbang, sebagai penyedia bahan mentah, buruh murah, dan target pasar.
Nasionalis Tulen
Mengaitkan Bung Karno dan marxisme harus jernih dan kontektual. Bung Karno tetap nasionalis tulen. Ia memprioritas persatuan untuk pembebasan bangsa dan menolak teori perjuangan kelas Marx.
Di depan peserta Kongres PKI 1959 Bung Karno menegaskan, “Tapi di dalam sesuatu revolusi nasional maka kita tidak boleh meruncing-runcingkan pertentangan-pertentangan kelas dan perjuangan kelas di antara bangsa sendiri.”
Kecintaannya yang besar pada bangsa membuat ia tidak pernah menuntut fasilitas yang diterima sebagai presiden. Di awal kemerdekaan, sebagian besar pakaiannya dijahit dan dipermak sendiri. Bahkan, salah satu seragam kebesarannya adalah pakaian bekas militer wanita Australia. (h. 215).
Kekuatan buku yang ditulis dua pimpinan situs Berdikari Online ini terletak pada ulasannya tidak hanya menyangkut pemikiran Bung Karno, juga cerita kebersahajaannya yang kian langka di tengah praktik politik korup sekarang.
Retor AW Kaligis, Doktor Sosiologi di Universitas Indonesia (UI)
———————————————————————————————-
Data Buku:
Judul       :    Bung Karno: Nasionalisme, Demokrasi, dan Revolusi
Penulis    :    Rudi Hartono
Penerbit  :    PT Berdikari Nusantara Makmur
Cetakan  :    I/ Maret 2013
Tebal     :    226 halaman
ISBN      :    978-602-17670-0-9

NASIONALISME



  1. Pengertian Nasionalisme
Adolf Henken (1988) menjelaskan pengertian nasionalisme sebagai pandangan yang berpusat pada bangsanya. Kata nasionalisme mempunyai dua arti.

1. Dalam arti sempit
Nasionalisme dalam arti sempit digambarkan sebagai sikap yang keterlaluan, sempit, dan sombong. Sikap ini tidak menghargai orang dan bangsa lain sebagaimana mestinya. Apa yang menguntungkan bagi bangsa sendiri begitu saja dianggap benar, meskipun mungkin menginjak-injak hak dan kepentingan bangsa lain. Nasionalisme semacam ini justru mencerai beraikan bangsa satu dengan bangsa lainnya.

2. Dalam arti luas
Nasionalisme dapat juga menunjuk sikap nasional yang positif, yakni sikap memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan serta harga diri bangsa sekaligus menghormati bangsa lain. Nasionalisme ini berguna untuk membina rasa bersatu antarpenduduk negara yang heterogen karena perbedaan suku, agama, dan asal usul. Ini juga berfungsi untuk membina rasa identitas, kebersamaan dalam negara, serta bermanfaat untuk mengisi kemerdekaan yang sudah diperoleh.

Nasionalisme dalam arti yang kedua itulah yang perlu diwujudkan sekarang, sesuai dengan keadaan. Pada masa penjajah, misalnya, perwujudan nasionlaisme berupa perjuangan mendirikan negara sekaligus menentang penjajahan asing. Sementara, ketika negara telah berdiri, dengan bangsa yang sudah mulai merasa satu, nasionalisme tidak lagi diwujudkan dalam bentuk perjuangan merebut kemerdekaan secara fisik tetapi lebih diwujudlkan dalam bentuk mengisi kemerdekaan nasional melalui pembangunan menuju kehidupan yang lebih baik.
Pengertian Nasionalisme.  Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri.
Demikian juga ketika kita berbicara tentang nasionalisme. Nasionalisme merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia masih ada. Nasionalisme bukanlah suatu pengertian yang sempit bahkan mungkin masih lebih kaya lagi pada zaman ini. Ciri-ciri nasionalisme di atas dapat ditangkap dalam beberapa definisi nasionalisme sebagai berikut :

  1. Nasionalisme ialah cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama.
  2. Nasionalisme ialah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise bangsa.
  3. Nasionalisme ialah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur, kadang-kadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang kesatuannya lebih unggul daripada bagian-bagiannya.
  4. Nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri.

Nasionalisme tersebut berkembang terus memasuki abad 20 dengan kekuatan-kekuatan berikut :
1)      keinginan untuk bersatu dan berhasil dalam me-nyatukan wilayah dan rakyat;
2)      perluasan kekuasan negara kebangsaan;
3)      pertumbuhan dan peningkatan kesa-daran kebudayaan nasional dan
4)      konflik-konflik kekuasaan antara bangsa-bangsa yang terangsang oleh perasaan nasional.

Kini nasionalisme mengacu ke kesatuan, keseragam-an, keserasian, kemandirian dan agresivitas. (Boyd C. Shafer, 1955, hal. 168).

Sebagai gejala historis nasionalisme pun bercorak ragam pula. Di Perancis, Inggris, Portugis dan Spanyol sebagian besar nasionalisme dibangun atas kekuasaan monarik-monarki yang kuat, sedangkan di Eropa Tengah dan Eropa Timur nasionalisme terutama dibentuk atas dasar-dasar nonpolitis yang kemudian dibelokkan ke nation-state yang sifatnya politis juga. Namun banyak sarjana berpendapat bahwa nasionalisme mendapat bentuk yang paling jelas untuk pertama kali pada pertengahan kedua abad ke-18 dalam wujud revolusi besar Perancis dan Amerika Utara.

Menurut Profesor W. F. Wertheim, nasionalisme dapat dipertimbangkan sebagai suatu bagian integral dari sejarah politik, terutama apabila ditekankan pada konteks gerakan-gerakan nasionalisme pada masa pergerakan nasional. Lagi pula Wertheim juga menegaskan bahwa faktor-faktor seperti perubahan ekonomi, perubahan sistem status, urbanisasi, reformasi agama Islam, dinamika kebudayaan, yang semuanya terjadi dalam masa kolonial telah memberikan kontribusi perubahan reaksi pasif dari pengaruh Barat kepada reaksi aktif nasionalisme Indonesia. Faktor-faktor tersebut telah diuraikan secara panjang lebar dalam bab-bab buku karangannya yang berjudul : Indonesian Society in Transision: A Study of Social Change(1956).

Pertumbuhan nasionalisme Indonesia ternyata tidak sederhana seperti yang diduga sebelumnya. Selama ini nasionalisme Indonesia menunjukkan identitasnya pada derajat integrasi tertentu.

Nasionalisme sekarang harus dapat mengisi dan menjawab tantangan masa transisi. Tentunya nilai-nilai baru tidak akan menggoncangkan nasionalisme itu sendiri selama pendukungnya yaitu bangsa Indonesia tetap mempunyai sense of belonging, artinya memiliki nilai-nilai baru yang disepakati bersama. Nasionalisme pada hakekatnya adalah untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama, karena nasonalisme menentang segala bentuk penindasan terhadap pihak lain, baik itu orang per orang, kelompok-kelompok dalam masyarakat, maupun suatu bangsa. Nasionalisme tidak membeda-bedakan baik suku, agama, maupun ras.
Hal – hal yang mendorong munculnya faham nasionalisme , antara lain :
a)      Adanya campur tangan bangsa lain misalnya penjajahan dalam wilayahnya.
b)      Adanya keinginan dan tekad bersama untuk melepaskan diri dari belenggu kekuasaan absolut, agar manusia mendapatkan hak – haknya secara wajar sebagai warga negara.
c)      Adanya ikatan rasa senasib dan seperjuangan.
d)     Bertempat tinggal dalam suatu wilayah.

Sejarah munculnya faham nasionalisme di dunia, juga tidak lepas dari pengaruh perang kemerdekaan Amerika Serikat terhadap Revolusi Perancis dan meletusnya revolusi industri di Inggris. Melalui revolusi perancis, paham nasionlisme meyebar luas ke seluruh dunia.

Prinsip – prinsip nasionalisme, menurut Hertz dalam bukunya Nationality in History and Policy, antara lain:
1)      Hasrat untuk mencapai kesatuan
2)      Hasrat untuk mencapai kemerdekaan
3)      Hasrat untuk mencapai keaslian
4)      Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.

Konsep Makna Nasionalisme 
Istilah nasionalisme digunakan dala rentang arti yang kita gunakan sekarang. Diantara penggunaan – penggunaan itu, yang paling penting adalah :
1) Suatu proses pembentukan, atau pertumbuhan bangsa-bangsa.
2) Suatu sentimen atau kesadaran memiliki bangsa bersangkutan.
3) Suatu bahasa dan simbolisme bangsa.
4) Suatu gerakan sosial dan politik demi bangsa bersangkutan.
5) Suatu doktrin dan/atau ideologi bangsa, baik yang umum maupun yang khusus.

Yang pertama, yaitu proses pembentukan bangsa-bangsa itu sangat umum. Proses ini sendiri mencakup serangkaian proses yang lebih khusus dan acapkali membentuk objek nasionalisme dalam pengertian lain yang lebih sempit.
Yang kedua, yaitu kesadaran atau sentimen nasional, perlu dibedakan dengan seksama dari ketiga penggunaan lainnya. Pada awal abad keenam belas agar bangsa italia bersatu melawan bangsa barhar dari utara. Gerakan nasionalisme tidak akan dimulai dengan aksi protes, deklarasi atau perlawanan bersenjata, melainkan dengan tampilnya masyarakat sastra, riset sejarah, festival musik dan jurnai budaya.
Yang ketiga, yaitu Bahasa dan simbolisme nasionalisme layak mendapatkan perhatian lebih. dan motif- motif yang ada pun akan berulang kali mucul dihalaman-halaman buku ini. Perlengkapan simbol-simbol nasional hanya dimaksudkan untuk mengekspresikan, mawakili, dan memperkuat batas-batas bangsa, serta menyatukan anggota- anggotanya melalui suatu citra yang sama mengenai kenangan.
Yang keempat, Gerakan nasionalis, tentu saja simbolisme nasional tidak dapat diceraikan dari ideologi nasionalisme, penggunaan utama dan final dari istilah tersebut,
yang kelima, ideologi nasionalisme memberikan dorongan dan arah bagi simbol maupun gerakan.


  1. Faktor-faktor Nasionalisme
Munculnya nasionalisme pada masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern).

1. Faktor Intern
Faktor intern yang memengaruhi munculnya nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut.
  • Timbulnya kembali golongan pertengahan, kaum terpelajar.
  • Adanya penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh seluruh rakyat dalam berbagai bidang kehidupan
  • Pengaruh golongan peranakan
  • Adanya keinginan untuk melepaskan diri dari imperialisme

2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern yang mempengaruhi munculnya nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut.
  • Paham-faham modern dari Eropa (liberalisme, humanisme, nasionalisme, dan komunisme)
  • Gerakan pan-islamisme.
  • Pergerakan bangsa terjajah di Asia.
  • Kemenangan Rusia atas Jepang.

DAMPAK NASIONALISME DI INDONESIA
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya, suku, ras dan agama. Hal tersebut sangat berkaitan dengan jiwa nasionalisme bangsa Indonesia, tinggi ataupun rendahnya rasa nasionalisme Indonesia ditimbulkan banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor yang berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya rasa nasionalisme tersebut antara lain pengaruh budaya-budaya barat yang dengan sangat mudahnya masuk dan mempengaruhi budaya Indonesia yang jati dirinya adalah budaya timur. Adapula faktor ekonomi yang mempengaruhi rasa nasionalisme bangsa Indonesai. Terlepas dari faktor-faktor tersebut sebenarnya dalam sejarah bangsa menyebutkan bahwa rasa nasionalisme pada jaman penjajahan lebih tinggi dari pada saat ini, memang tidak bisa dipungkiri hal tersebut membuat bangsa Indonesia dapat terlepas dari penjajahan Belanda yang tentu saja dulu bisa dibilang dipelopori oleh Bung Karno.
Perjalanan gerakan nasionalisme di Indonesia menurut kronologis waktu dapat dikategorikan dalam 2 tahap, yakni gerakan nasionalisme pra-kemerdekaan (1908-1945), dan pasca-kemerdekaan (1945-Sekarang). Yang urgen untuk dicatat bahwa nasionalisme Indonesia haruslah dipahami dalam hubungannya dengan munculnya perasaan antipati, bahkan benci terhadap kekuatan “asing” yang dianggap “lain”.
Pertama, nasionalisme yang lahir pra-kemerdekaan tumbuh dari keprihatinan atau impian terhadap kemerdekaan hidup. Pada masa awal kemerdekaan Indonesia bentuk gerakan nasionalisme adalah dalam wujud perlawanan fisik dan upaya diplomasi bangsa Indonesia dalam upaya untuk mempertahankan kedaulatan RI. Peristiwa-peristiwa yang dapat dicatat yaitu; pertempuran tanggal 10 November 1945, di Surabaya, Bandung Lautan Api. Nasionalisme yang lahir sebagai anak haram Belanda karena pelopornya yakni intelektual bumiputera (dan non bumiputera, semisal Douwes Dekker) mendapat didikan Belanda, tapi lalu melawannya. Diawali dengan Pada tahun 20 Mei 1908, manifestasi gerakan nasionalisme yang dipelopori oleh Dr. Soetomo dan Dr. Wahidin Sudiohusodo dalam sebuah organisasi bernama Boedi Oetomo yang pada awal berdirinya bertujuan untuk meningkatkan martabat rakyat dan bangsa dengan cara pengumpulan dana dan pemberian beasiswa. Nasionalisme menampakkan dirinya lagi 28 Oktober 1928 yang termanifestasikan dalam ikrar bersama para pemuda pejuang dari berbagai daerah dan ras yakni dengan dikumandangkannya Sumpah Pemuda.
Nasionalisme sendiri banyak jenisnya. Di Indonesia sendiri saat ini lebih mengarah pada jenis nasionalisme kontrarevolusioner yang transparan dapat dilihat oleh kaum awam, karena elite politik kita selalu saja merasa dirinya benar dan apabila melihat sesuatu tidak sesuai dengan kepentingannya mereka tidak akan sungkan untuk melawan musuhnya. Selama ini nasionalisme yang digunakan oleh penguasa adalah jenis nasionalisme artikuaris, yaitu nasionalisme yang selalu mengkaitkan dengan sejarah kejayaan masa lalu tanpa melihat keterkaitan dengan masa sekarang terlebih masa depan.
Nasionalisme yang selalu mengagung-agungkan sejarah dan kebudayaan bangsa, namun pelaksanaanya pada keadaan aktual justru nol atau sebaliknya, menginjak-injak budaya dan sejarah bangsa serta memanfaatkannya untuk kepentingan kekuasaan. Maka, jual beli ideologi dan penghianatan atas kepercayaan rakyat tidak terhindarkan. Hubungan antara nilai-nilai antik yang dimuliakan itu dan tingkah laku sosial-politik kian serba tidak jelas, seringkali sambil membanggakan kebudayaan bangsa, dengan mudahnya mencabut nyawa orang. Atau sambil menyerukan toleransi, tanpa malu-malu menculik orang-orang yang berbeda pendapat. Dan sambil berkotbah mengenai tepo sliro, tapi mencuri uang milik rakyat, merampas tanah penduduk.